-a very late post-
Setelah pulang dari Kumamoto waktu itu, akhirnya saya nekat untuk beli tiket ke Osaka dan Tokyo dengan uang beasiswa bulan November (tanpa mikir satu bulan kedepan saya akan suffering karena harut super duper hemat). Well, tapi, kapan lagi bisa ke Osaka dan Tokyo hanya dengan 2000k saja? Perlu kamu catat, dari Fukuoka tidak ada direct flight menuju Tokyo jadi harus transit dulu di Osaka. Dan, kapan lagi bisa jalan di sana sembari nginep di tempat temen tanpa mikir uang penginapan? Ya, saja termasuk beruntung sih karena ada dua teman yang masing-masing ada di Osaka dan Tokyo yang bersedia jadi host saya.
*
Setelah mengabarkan kepada teman saya saya akan terbang ke Osaka malam itu, dia sempat agak khawatir kepada saya perihal akses menuju Osaka dormitory yang ternyata jauh banget -2jam dengan express train-. Akhirnya, dia mengirimkan saya peta menuju dormnya karena takut siapa tahu saya akan sangat telat. Berangkat dari kampus, teman-teman se-lab yang malam itu beberapa mengerjakan sayembara Yahata City Hall untuk presentasi lusa agak kaget ketika saya pamit mau ke Osaka. Bahkan, tutor saya sempat kawatir karena saya pergi sendirian.
Perjalan menuju bandara sangat lancar dan saya terlalu cepat. Yah, penerbangan selanjutnya pun lancar. Tetapi masalah terjadi ketika saya sampai di KIX, hampir jam 11 malam. Bingung mencari stasiun kereta akhirnya saya bertanya dan memang harus naik bis untuk menuju terminal 1. Sampai di terminal 1, agak lari-lari menuju stasiun kereta yang ada di bawah bandara. Nah, waktu itu ada 2 kereta yang sedang menunggu penumpang. Ketidak berpengalaman saya membuat saya ragu untuk masuk ke salah satunya -yang ternyata itu express-, dan saya malah naik yang satunya -local train- yang akhirnya banyak berhentinya. Sampai detik itu, karena saya nggak ada koneksi internet, saya hanya mengatakan ke teman saya, bahwa saya sudah sampai di KIX dan sedang mengejar kereta untuk ke Suita secepatnya.
Tapi, mungkin memang takdir. Setelah entah ganti kereta berapa kali, saya akhirnya berhenti di stasiun Nanba. Sudah lewat tengah malam, saya tidak bisa mengejar kereta terakhir menuju Suita. Saya pun terdampar di stasiun itu, pasrah. Berharap bisa menginap di stasiun untuk menunggu kereta paling pagi, eh, saya malah diusir keluar oleh petugas.
Malam di awal bulan Desember di Osaka begitu dingin. Saya berjalan gontai keluar stasiun dan menjauh untuk mencari sekedar convenient store 24 jam. Sempat mampir untuk membeli kopi kaleng untuk menghangatkan diri, sementara toko-toko di sekeliling saya sudah tutup. Saya terus berjalan di jalanan yang dipenuhi pepohonan gingko yang sudah menguning seeprti di Kumamoto. Dingin dan ngantuk. Sementara kota sepi.
Kalau membicarakan soal Osaka, hal yang terlintas di pikiran saya pertama kali adalah yakuza dan cewek yanke. Entah mengapa saya jadi was-was sembari melihat ke belakang jangan-jangan ada yakuza sedang mengintai saya -anak ilang yang tak berduit-. Saat terpikir soal Yakuza itu, di jalanan di samping saya, lewatlah sekelompok laki-laki bermotor gedhe dengan suara yang memekakan.
Setelah entah berjalan berapa lama, saya akhirnya menemukan Ministop yang disana ada tempat duduk dan tempat charger HP. Setelah beli onigiri dan air mineral, saya duduk-duduk sembari meng-charger HP saya dan menulis jurnal. Saya sempat menoleh ke sebelah kiri saya dan mendapati seorang laki-laki besar bergaya ala-ala anak SMA di film Crows Zero duduk memunggungi saya sembari memainkan HPnya. Saya diam dan kembali menekuni jurnal saya. Tak begitu lama, dua orang perempuan masuk ke Ministop dengan ribut. Dandanan mereka mencolok -rambut dicat, make up tebal, dan baju mini di udara sedingin ini- cewek yanke. Setelah belanja, mereka laku duduk di samping saya sembari mengobrol mengenai seorang laki-laki. Saya bisa sedikit menangkap percakapan mereka karena mereka cukup berisik sekali.
Saya tertidur dan terbangun menjelang pukul 5. Saya bergegas keluar dari Ministop untuk kembali ke stasiun tadi. Di sebuah jembatan yang saya lewati, saya tertarik dengan bangunan yang disana terdapat iklan Glico man yang sangat terkenal menyala-nyala dalam lampu. Saya akhirnya mlipir dan turun mendekat ke badan sungai yang rapi oleh riverside park. Saat itu, ada sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang pacaran serta petugas kebersihan sungai yang sedang membersihkan sungai agak di bawah. Saya mendekat untuk mengambil gambar Glico-man. Tetapi, tiba-tiba, terdengar suara aneh dari arah pasangan itu. Ketika saya menoleh, mereka sedang berpelukan dan . . . well, ehem, . . . k*ssing. I mean, like in the movie, not just a small peak or what. Karena panik, akhirnya saya putar balik sambil misuh-misuh sendiri dalam hati karena melihat kejadian yang super ajaib itu.
(Glico-man. Sumber : link) |
Sambil masih kepikiran sama pasangan di jembatan tadi, yang sepertinya mabuk atau apa, saya mempercepat langkah saya menju stasiun Nanba untuk menuju ke Suita.
[ ]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment