(Merapi dan Merbabu dari jendela pesawat)

Sejauh mana mimpi itu berada, selama apa ia bisa bertahan ditempatnya, hingga kita bisa meraihnya.


Kejadiannya begitu cepat, dan saya juga tidak akan cerita dari awal karena bakalan panjang banget. Singkat cerita, ditengah keputusasaan menunggu hasil program friendship yang saya ajukan ke Kyushu University, saya akhirnya memilih untuk KKN di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Cerita singkatnya ada di postingan sebelum ini (maaf, saya lamis mau cerita lebih banyak lagi). Eh, taunya padahal saya udah setengah mutung, pengumuman datang di akhir Juli dan mengharuskan saya mengurus semua berkas via online (yang untung ada teman KKN baik hati meminjami modem). Set set set, nunggu deh itu berkas kiriman dari sono buat bikin visa. Pas balik kok belum datang juga di kosan lama, taunya nyangkut di kantor pos plemburan. Set set set, seminggu kemudian langsung cus Jakarta mau bikin visa. Set set set, pulang karena nylametin simbah dan ada seminar Bamboo bienale di Solo. Set set set, tau tau saya sudah di asrama saya, di Kashiihama (agak jauh sih dari kampus).

Saya bingung bagaimana saya mau bercerita. Ini nih ya, kalau di acara-acara tivi gitu, jawabnya "Jadi, semuanya terjadi begitu cepat." Tapi memang begitulah. Banyak hal yang terlewat gara-gara program ini, meski akhirnya Babe Pengampu Tugas Akhir saya malah mendukung banget saya ikutan program ini padahal dulu ada satu temen saya yang ditentang dan malah bikin anak itu mutung sama Babe. Jadi jarang sekali kumpul bareng teman-teman karena saya yang masih harus persiapan ini itu anu ina ani nganu. Nggak jadi ngelihat seminar TD karib mbolang arsitektur saya. Nggak kumpul makan malam perpisahan bareng ibu bos vide. Nggak jadi ngibadah seni bareng geng hipster. Banyak hal terlewat dan saya mohon maaf dan meminta kelapangan hati teman-teman.

Sudah lama sekali sejak pertama kali saya mencoba mendaftarkan program sejenis ini ketika SMA. Waktu itu saya menyerah karena prosedur dari pihak SMA yang berbelit banget. Lalu saya bertemu dengan teman yang bertaruh siapa paling cepat pergi ke Jepang (yang entah taruhannya apaan dulu), sekarang dia malah lagi di Jakarta mau penempatan kerja. Lalu saya nyoba mendaftar Monbukogakusho (beasiswa yang hits banget dari pemerintah Jepang). Eh, baru dipanggil tes tulis aja orang tua malah ngelarang padahal tahu anaknya pengen banget. Sekali lagi gagal deh. Lalu saya coba daftar OUSSEP, yang ah, sudahlah, saya malas sekali cerita. Gagal lagi. Lalu saya daftar program ini untuk berangkat April. Tapi karena kecerobohan profesor saya, saya jadi nggak jadi didaftarin. Gagal lagi kan. Saat mengurus untuk keberangkatan Oktober ini pun saya sudah pasrah. Ya itu tadi, sampai saya mutung dan pergi ke perbatasan. Taunya eh, dapet.

Kadang Tuhan memang suka membuat lelucon kehidupan yang sebenernya ya nggak lucu-lucu amat. Tapi kali ini saya sudah sampai di sini, negeri yang saya impikan sejak lama. (Sayangnya nggak lagi musim sakura, tapi saya cukup beruntung, musim gugur nggak kalah kece dengan musim semi.) Tapi sampai di tempat ini saya jadi berpikir. 

Apa iya ya, Jepang adalah negara impian saya?


[ ]

*) mimpi

No comments:

Post a Comment