Sebenarnya postingan ini sama sekali nggak mutu dan kurang bisa disebut sebagai essay. Tapi nggak cukup random pula untuk di-labeli sebagai #random. Ah ya sudah lah. Kalau memang kau-kau sekalian berfirasat ini benar-benar tidak bermutu, yah, memang sebaiknya abaikan saja dan cari bacaan lain di blog ini. Tapi kalau kau bersikeras, maka baiklah. Saya akan meneruskan tulisan tak penting ini. Sebelumnya, saya mohon maaf kepada pihak-pihak yang mungkin (akan) tersinggung dengan tulisan yang ada di sini. Sesungguhnya tulisan ini benar-benar tidak penting dan bila ada kesamaan nama tokoh, tempat dan waktu kejadian sepenuhnya tanggung jawab Yang Maha Kuasa (eh?).

*

Jadi, postingan ini sebenarnya terinspirasi oleh kejadian di kampus sore tadi selepas studio tematik 2. Beberapa orang teman saya sedang bercanda ketika saya datang dan nimbrung obrolan mereka. Mereka asyik sekali entah membicarakan obrolan yang nggak jelas sambil ketawa-ketawa. Lalu saya yang menyimak omongan yang gombal nggak jelas itu meraih jaket teman saya yang tergeletak lalu membantingnya sambil berkata, 'Dasar gombal amoh!' Lalu sebagian yang orang Jawa ngakak mendengar istilah yang kupakai itu. Yang bukan orang Jawa berkerut nggak ngerti sambil (pura-pura) marah-marah minta dijelasin.

Gombal amoh itu adalah sebuah istilah untuk menyatakan suatu kain yang bentuknya jelek banget. Gombal itu adalah kain lap yang sudah kucel dekil banget. Amoh itu artinya tua, sudah rusak, atau robek. Jadi Gombal amoh itu adalah kain lap yang juelek buanget yang sudah rombeng banget lah pokoknya, yang seratnya sudah mbedel yang sekali tarik bisa sobek. Nah, kita mengenal kata gombal lewat 'Ah, jangan gombal deh!' yang dipergunakan mengatai kata-kata orang yang sedang menggoda dirimu, meski dalam hati sambil malu-malu mau (*peace bro!).

Lalu salah seorang teman saya yang Jawa disela tertawa bilang mengenai 'Gombale Mukiyo'. Saya yang kenal dengan istilah yang kurang lebih artinya sama dengan Gombal amoh tertawa. Gombale Mukiyo juga biasanya dipergunakan untuk mengolok-olok perkataan orang yang sedang bermulut manis, semacam orang yang sedang mbajul gebetannya bahkan sampai seorang intelektual calon ketua anu, atau calon dewan ini, atau calon presiden itu yang mengobral janji dimana-mana tapi ada 'tapi'nya. Istilah tersebut rasanya sudah lama banget tidak saya dengar di kalangan saya. Yah, makhlum, di kuliah kan banyak yang bukan dari Jawa. Yang dari Jawa pun tak ada jaminan kenal istilah ini. Jadi saya tertawa karena geli dengan istilah tersebut dan juga senang karena bernostalgia sesaat.

Tapi kalau dipikir-pikir, istilah 'Gombale Mukiyo' itu asalnya dari mana ya? Maksud saya begini. Kalau istilah gombal kan memang sering dipakai untuk mengatai (secara halus) orang yang lambe manis. Istilah gombal amoh juga semacam ungkapan pe-lebai-an dari istilah gombal. Yah, dirasa-rasa, gombal amoh kan terdengar lebih dramatis dibanding hanya memakai istilah gombal saja. Tapi kalau gombale mukiyo? Dalam bahasa jawa, imbuhan 'e diakhir kata dapat diartikan sebagai milik. Kalau gombal'e itu artinya gombal milik. Nah, Mukiyo di sini jelas banget nama orang. Secara harafiah, gombal'e mukiyo itu berarti kainnya Mukiyo. Tapi yang jadi pertanyaan saya adalah kenapa harus gombal-e (baca:kain milik) mukiyo? Kenapa bukan gombal-e mukidi? Atau gombal'e tukijo? Gombal'e tukiyem? Kenapa harus mukiyo? Siapakah sebenarnya mukiyo itu?

Nah, saya jadi penasaran banget. Saya riset tentang istilah ini, via Google sih. Dan, hasilnya sungguh di luar dugaan. Jadi ada beberapa versi dari pencarian saya. Versi pertama adalah bahwa dahulu kala di sebuah daerah bernama Nganjuk hiduplah seorang laki-laki kaya raya banget semacam Bill Gates Indonesia (lebai sih, tapi dia beneran kaya kok) bernama Mukiyo. Tapi meski kaya ia orang yang sombong akan kekayaannya. Konon kabarnya, ketika lengsernya Orla, Mukiyo ini tiba-tiba jatuh miskin. (Ya, pas jatuhnya Orla kan yang kaya raya jadi kaya, yang kaya jadi miskin, yang miskin jadi miskin banget, jadi, logika Mukiyo jadi miskin, boleh lah ya, masih masuk akal.) Nah, karena jadi miskin, Mukiyo ini syok dan jadi gila. Katanya, dia membawa semua uangnya dalam buntalan kain bercampur dengan daun-daun dan berjalan sepanjang jalan tak tentu arah sambil menyeret-nyeret kainnya itu sampai sobek di sana sini. Makin lama buntalan kain ini makin banyak dan makin bau. Namanya juga orang gila, pasti tidak tidak mandi tidak mengurus diri dan bicaranya nglantur ngalor ngidul. (sumber : Melacak Gombal Amoh dan Gombal Mukiyo oleh Iwan M Muljono ditulis Mei 2013)

Versi yang kedua ini saya nemu di Kaskus. Jadi, ketika jaman dulu masih belum dikenal KB dan aturan usia nikah, orang-orang banyak yang nikah muda. Anak-anak SD pun karena himpitan biaya akhirnya putus sekolah lalu menikah. Nah, katanya dulu ada anak SD yang karena orang tuannya nggak mampu ia putus sekolah dan menikah dengan seorang kaya bernama Mukiyo. (Oke, dari dua cerita Mukiyo sepertinya memang benar-benar kaya) Kemudian, suatu hari si anak perempuan ini akhirnya mendapatkan (maaf) datang bulan yang pertama. Dia bercerita kepada Mukiyo dan diberi kain sebagai ganti pembalut. (Maaf ya, mungkin menjijikan tapi begitulah ceritanya. Nggak usah dibayangkan, hehe.) Yah, dulu kan belum ada pembalut. Lalu katanya di kaskus itu, kain bekas itu kemudian dijadikan jimat bagi Mukiyo. Mukiyo lalu jadi kaya raya.

Sampai di sini kok saya malah jadi mikir jangan-jangan versi kedua dan versi pertama itu nyambung. (hehehehe . . .) Jadi karena jimat kain (maaf) berdarah itu, Mukiyo jadi kaya. Tapi saat kejatuhan Orla, ia pun ikut jatuh dan jadi gila?!

Sampai sekarang, mungkin yang tinggak di lingkungan Jawa, akan masih mendengar istilah gombal'e mukiyo ini yang sering digunakan untuk mengatai kata-kata manis yang ternyata hanya janji palsu saja.


*


"Ah, kok nggak bisa lihat bintang jatuh ya, di sini? Padahal langit cerah banget."
"Ada kok. Barusan aja aku lihat."
"Mana?"
"Itu di matamu."
 *badumdes



Dasar gombal amoh! Gombal'e Mukiyo!



[ ]

2 comments:

  1. Replies
    1. hahahaha. lhoh aku kan udah bilang tulisan ini nggak jelas mbak, masih dibaca juga, hehehe

      Delete