Mupung hari ini ada libur dari kantor di tengah hektik pengerjaan sayembara, seorang teman saya di Bandung mengajak saya untuk ke Kawah Putih. Sebenarnya saya sedikit malas karena mumpung minggu bisa tidur seharian sebelum lembur minggu depan, tapi pada akhirnya saya mengalah. Ah, sekali ini main nggak papa lah ya. Dan, perjalanan nekad ke Kawah Putih pun jadi dilaksanakan.


Janjian jam 10 berangkat tetapi pada akhirnya jam 11 baru berangkat. Personil perjalanan nekad ini ada 4 orang, yaitu teman-teman saya di SMA yang kuliah di Bandung, Tyas, Deni, Tatag, dan saya sendiri. Dengan 2 motor saling boncengan menempuh jarak kurang lebih 60 km selama kurang lebih 2 jam (catat : macet banget kalau weekend). Yah, bisa bayangin kan bagaimana keadaan pantat gimana, rasanya capek duduk man!

Dan, setelah perjalanan yang panjang, berliku, senam jantung dan sesak napas karena berkali-kali hampir nabrak mobil karena pak sopir selip kanan kiri langsung hajar, sampai juga. Bokong saya rasanya pegel banget. Saya saranin mending pakai mobil deh, walau udah pasti macet kalau weekend. Tapi setidaknya duduknya lebih nyaman dan lebih aman. Saya iseng deh meng-google kawah putih dari bandung, dan ternyata memang jauh. -_- Saya sempat menawari teman saya biar saya di depan karena ada yang bawa matik, sesekali lah nyetir motor di Bandung. Dan saya bersyukur saya nggak jadi di depan, kalau nggak pasti nyampainya besok karena nggak berani nyelip.



Sudah gitu ternyata saya pikir dari parkiran sudah dekat. Eh, ternyata masih harus naik semacam angkot namanya ontang anting untuk sampai ke kawah putih yang masih 10 menit naik kendaraan. Untuk harga tiketnya sendiri, Rp 12.000/orang kalau hari biasa, Rp 15.000/orang pas weekend dan Rp 30.000/orang untuk turis manca. Parkir motor Rp 3000/motor dan mobil Rp 5000/mobil. Penitipan Helm Rp 5000/2 helm. Naik ontang anting PP Rp 10.000/orang. Jadi paling tidak tiap orang Rp 30.000. Nah, sebenarnya mobil bisa langsung naik ke atas. Tapi harganya kurang tahu. Lagipula asyik naik ontang-anting. Karena jalannya yang belok-belok jadi semacam Tokyo Drift. hahahaha.


(A adalah gerbang masuk dan B adalah Kawah Putih)



Kawah Putih adalah sebuah temapt wisata di Jawa Barat, letaknya ada di kawasan Ciwidey. Kawah Putih ini adalah hasil dari letusan gunung Patuha. Jadi, dulu, Gunung Patuha adalah gunung berapi yang aktif dan meletus sekali, membentuk sebuah kawah. Pada tahun sekian, di sebelah selatah kawah meletus dan terciptalah sebuah ceruk raksasa di sisi gunung. Kini Gunung Patuha sudah tidak aktif lagi. Tetapi kawah tersebut masih terus beraktifitas mengeluarkan sulfur. Hujan selama puluhan tahun tertampung di ceruk ini dan membentuk sebuah danau. Karena aktivitas sulfur dari kawah, danau ini lama-lama menjadi danau sulfur. Menyebabkannya menjadi berwarna biru hijau keputihan akibat pengendapan sulfur.

Penemuan pertama kawah ini dilakukan oleh seorang Belanda peranakan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) mengadakan perjalanan ke daerah Bandung Selatan pada tahun 1837. Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tak seekor binatangpun yang melintasi daerah itu. Ia kemudian menanyakan masalah ini kepada masyarakat setempat, dan menurut masyarakat; kawasan Gunung Patuha sangat angker karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur serta merupakan pusat kerajaan bangsa jin. Karenanya bila ada burung yang lancang berani terbang di atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati.



Meskipun demikian, orang Belanda yang satu ini tidak begitu percaya akan ucapan masyarakat. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menembus hutan belantara di gunung itu untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya terjadi di kawasan tersebut. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, dimana terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan. Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk hidung. Dan terjawablah sudah mengapa burung-burung tidak mau terbang melintasi kawasan tersebut.(sumber dari : http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/130)

 
Hari ini lumayan ramai, makhlum lah weekend, tapi nggak ramai-ramai banget. Udara dingin dan bau belerang memang tercium tajam. Mana kita kertiga, kecuali Tatag lupa bawa masker lagi. Tapi ya sudah, kita langsung jalan menuju Kawah Putih setelah turun dari ontang-anting. Dan, turun tangga untuk menuju Kawah Putih, danau berwarna hijau kebiruan dengan kabut lumayan pekat menyambut. Keren sih. Dan hal yang pertama yang saya pikirkan adalah, gimana ya rasanya naik perahu di Kawah Putih? Tapi, ternyata nggak bisa, karena ada larangan buat nyemplung ke air. Mungkin karena ada kemungkinan panas atau apa jadi nggak memungkinkan untuk dinikmati lewat perahu.

Teman saya Tyas langsung cerita mengenai film Heart yang katanya syuting di Kawah Putih, saya cuma bisa manggut-manggut. Rencananya kita langsung mau menuju ke pulau di tengah Kawah Putih. Dan dengan bodohnya Tyas terperosok ke dalam sulfur yang lembek menyebabkan kakinya belepotan semua. Kami bertiga menertawakannya sambil meneruskan perjalanan menuju ke tengah. Tyas, dia sibuk sendiri membersihkan kakinya tapi malah duduk di batu yang ada sulfurnya. Alhasil celananya yang hitam kentara banget belepotan sulfur yang langsung kering.

Sampai di tengah-tengah, kami ber-empat hanya terdiam melihat air sulfur di depan kami yang riaknya tenang. Di sekeliling kami orang-orang sibuk berfoto sana sini dan kami hanya diam, nggak melakukan percakapan Setelah keheningan yang cukup lama itu kami akhirnya ngobrol juga karena membicarakan orang-orang yang datang ke tempat itu. Nah, kan emang dasar tempat yang (sok) romantis ini, yang datang kebanyakan pasti pasangan, baik tua maupun muda. Kami berempat cuma bisa cengar-cengir ngeliatin aksi pasangan-pasangan (alay) yang berfoto dengan background air di belakang mereka. Makhlum, kami bertiga, kecuali Tatag memang lagi nggak berpasangan dengan siapa-siapa saat ini. Saya dan Tyas hanya bisa bertukar kode ketika melihat aksi-aksi pasangan itu yang membikin ketawa.

Setelah ada kali, 1,5 jam di tengah-tengah akhirnya memutuskan untuk foto berempat lalu jalan keliling ke sisi yang lain. Selama jalan yang diketemukan kalau bukan segeng anak-anak muda yang geje ya pasti pasangan-pasangan yang foto ala prewed (cuih). Tyas ngedumel kalau besok prewednya dia pengen di sini juga. Lalu saya ejek aja, karena kayaknya dia ngebet banget pengen segera berpasangan lalu nikah. Dan dia dengan bangga balik bilang kalau mau nikah 3 tahun lagi. Saya cuma bisa cengengesan aja mendengar omongannya itu.

(reflection)

(dari kiri : Tyas, Deni, Tatag. Thanks for today)





Nah, karena keterbatasan media, saya cuma bawa kamera saku jadul, foto berempat selanjutnya dilakukan dengan cara yang ngenes banget deh. Kamera saya gantung diranting dan menggunakan timer. Hasilnya lumayan sih. Sempat beberapa kali foto lalu jalan lagi. Nah, entah karena sial atau apa, atau kena karma karena ngetawain Tyas, saya menginjak lapisan sulfur dan kena sepatu saya. Alhasil saya mencucinya di genangan air karena parah banget kenanya. Tyas bilang pengen duduk aja nunggu kami bertiga keliling karena sesak. Dia punya asma dan kayaknya capek jalan. Jadinya kami bertiga menyusuri sisi Kawah Putih yang paling ujung. Entah mengapa si Deni tiba-tiba teriak-teriak kaya orang aneh ketika saya lagi ngefotoin Tatag yang memang pada dasarnya narsis abis. Emang sih, kadang dengan teriak-teriak macam gitu beban pikiran lumayan terangkat.



Setelah itu, kami berempat memutuskan untuk balik ke bawah. Di dekat tempat nunggu ontang anting, ada bapak-bapak yang duduk di saung sambil main kecapi. Keren banget! Kecapi bro, kecapi! Saya dan Tyas nonton sebentar lalu buru-buru menuju halte ontang anting. Tyas sudah lemes karena pengen makan. Langsung deh makan. Di Kawah Putih susah nyari es euy, padahal pengen yang seger-seger setelah jalan-jalan gitu. Tapi ya sudah, nggak ada es air putih pun jadi. Setelah itu, kami memutuskan untuk pulang ke Bandung. Tyas ada janji. Di jalan menuju parkiran saya dan Tatag patungan buat beli strowberi yang sekotak A5 harganya Rp 10.000. Ah, sekali-kali.



(the mist and the shine)

Pas pulang, saya dapat kesempatan nyobain naik motor di depan. Ah, enak sekali udaranya. Tapi jalanannya ekstrim dan saya tukeran dengan teman saya pas di pom bensin pertama. Hahahaha, well, hari ini menyenangkan sekali. Saya mengucapkan terimakash atas pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan perjalanan nekad ini. Bonus, saya bikin panorama untuk mereka bertiga.




Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya.


No comments:

Post a Comment