Archigram sangat tidak popular di Indonesia. Saya rasa kalau tidak karena Teori Arsitektur 1, saya tidak akan tahu pergerakan arsitektur progresif yang satu ini. Archigram muncul paska arsitektur modern internasionalism karena protes para arsitek muda akan karya-karya arsitektur yang membosankan dan melulu soal mass production and consumerism (Baca; kala itu, karya modern menjadi ibarat kotak kaca yang memiliki fungsi yang berbeda-beda). Paham form follow function yang di usung oleh Sullivan, diejawawntahkan secara mentah oleh penerusnya. Nah, para arsitek muda Inggris bergagasan, ‘Yok, kita balikkan semangat form follow function yang sebenarnya!’

Semangat ini, yang kemudian memicu adanya pergerakan Archigram. Pada masa itu, hampir semua teknologi arsitektur sudah ditemukan. Bentuk-bentuk yang ‘alien’ dari kebanyakan karya bergenre Archigram ini didapatkan setelah pengolahan bentuk yang didasarkan pada penguasaan sequence aktivitas manusia dan fungsi. Saya belum sempat membaca mengenai Archigram lebih dalam, tetapi pernyataan ini datang dari murid langsung Peter Cook, salah satu pendiri Archigram, Sarah Ginting yang mendapatkan gelar Master of Architecture dari the Bartlett School of Architecture, London.

Bentuk-bentuk yang ‘pop-urban’, alien ditengah pemukiman ini adalah hasil dari substraksi dan penyraringan bentuk serta fungsi yang dikombinasikan secara progresif dengan parameter yang banyak. Parameter yang digunakan apa saja? Bisa apa saja, kebutuhan ruang, proporsi manusia, aktivitas yang membentuk ruang, atau bahkan yang random sekalipun seperti minimum cahaya matahari yang masuk pada saat musim dingin. Karya-karya bergenre Archigram ini tidak hanya akrobatik bentuk dan teknologi yang canggih tetapi sesungguhnya datang dari fungsi.

Bagaimana dengan di Indonesia?
Saya akui benar, bahwa Archigram di Indonesia tidak popular, paling tidak, tidak  sefamiliar di Eropa.  Alasan mengapa Archigram tidak popular, mungkin saja karena memang dalam hal bentuk, kurang bisa mengindahkan mata. Selain itu juga pemikiran-pemikiran terhadap arsitektur advance masih belum diterima secara layak karena nilai-nilai budaya praktis dan perkembangan teknologi yang cukup tertinggal.

Meski kalau boleh saya bilang, di Indonesia, bentuk itu memang sangat berpengaruh besar, terutama dalam penerimaan masyarakat terhadap keberadaan sebuah arsitektur. Kadang, bentuk-bentuk Archigram diadopsi dari cara yang gamblang dan mentah. Karena cara pengadopsiannya inilah yang menjadikan bentuk-bentuk Archigram menjadi alien, atau tidak kontekstual secara sosial budaya.

-
Cimbeuleuit, 16 Agustus 2013


[ ]

No comments:

Post a Comment