Saya menemukan kalimat ini saat bercakap-cakap dengan teman-teman kosan.
"Naik gunung itu bukan tentang menakhlukkan puncak, karena puncak tak dapat ditakhlukkan. Naik gunung itu lebih keapada mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan keegoisan diri sendiri, mengalahkan rasa malas untuk menggerakkan badan. Perkoro misal bisa sampai puncak itu adalah kepuasan yang lain."

Dikatakan sebagai anak yang sering naik gunung, sebenarnya tidak juga. Saya baru naik gunung sekali, yaitu ke Lawu. Itupun berbarengan dengan banyak orang dan saya tak bisa mengangkut tas saya sendirian karena harus bertukar tas dengan orang lain. Tapi itu cerita yang lain. Muncak? Ya, saya muncak di Lawu waktu itu. Bukannya ketagihan, tetapi ada perasaan menyenangkan ketika bersama dengan teman seperjalanan.

Perjalanan ini sebenarnya sudah lewat cukup lama, tapi saya baru sempet untuk posting di blog ini.
Jadi seminggu setelah perjalanan saya ke Borobudur, akhirnya rencana naik gunung yang ditunda pun terlaksana juga. Janjinya dari pagi tetapi ternyata tetap saja molor sampai siang. Yang ikut juga hanya berlima saja. Dan saya menjadi satu-satunya cewek di grup kecil itu.

Dari kampus kami berlima jalan menuju kaki Gunung Merbabu dengan motor. Saya takut banget pas lewat jalan yang menanjak banget. Rasa-rasanya saya mau jatuh karena menggendong tas gedhe banget yang isinya tenda dan banyak makanan. Rasa-rasanya saya jadi mbrebes karena takut. Tapi meski begitu, kami berlima sampai di basecamp Merbabu dengan selamat. Sampai di basecamp kai makan dan sholat dulu.

Pas mau berangkat malah hujan dan harus nunggu sampai reda dulu. Setelah reda kami mulai naik. 
Pas awal-awal naik, saya mulai merasa kepayahan. Biasa lah jarang olahraga dan volume paru-paru saya yang sempit membaut semakin menjadi-jadi saja. Apalagi medannya lebih curam daripada di Lawu. Kabarnya, kemarin-kemarin merbabu habis badai dan terang saja, banyak pohon tumbang yang menutup jalan.

Kami jalan terus meski rasanya capek banget, dan dingin. Kabut bersliweran, angin kenceng banget. Nah, pas sekitar jam 11an, kami akhirnya nggak kuat dan mencari tempat buat nge-camp. Dan ketika udah dapat, para lelaki itu kemudian mendirikan tenda  milik mas ivan. Tenda yang dibawa mas eqi nggak mampu bertahan diantara terpaan badai dan pada akhirnya tidak didirikan. Mau nggak mau, kami semua, termasuk saya, harus tidur di dalam tenda kecil yang harusnya cuman muat 3 orang. Yah, meski begitu kami semua tidur di dalam sleeping bag kecuali mas fatah yang tidur di dalam trash bag.

Paginya bangun dan berniat muncak tapi nggak jadi. Saya merasa nggak enak badan gara-gara tidur atau emang masuk angin asli. Bikin ager-ager nutrigel yang berlebih dan nggak ada yan mau makan, ada mie dengan cornet with mushroom yang bikin mereka rada mabok. Saya nggak makan karena saya nggak doyan cornet. Well, pas mau pulang, akhirnya foto-foto nggak jelas. Bikin video geje juga. Pokoknya camping ceria banget. Party party party with cornet mushroom, party with nutrigel, party with pepsy blue.

(bikin nutrigel)
(dari kiri: mas ivan, mas rejak)
(mas eqi)
(mas fattah)







(mas fattah)
(mas ivan. cantik ya? hehe)


(packing)
(di balik bukin itu ada puncak, sir)











(berpose garang)



(hayoo, ngapain nih?)


Pas turun, mereka berempat kaya orang mabok. Karena saya lambat saya disuruh jalan paling depan. Mereka nyanyi-nyanyi nggak jelas di belakang saya. Yang saya ingat 'Rolly polly rolly rolly polly bla bla bla'. Mas Reja nyanyi 'Damn it's so cool cool, damn it's so cool cool, damn it's so cool nya ye e e e'
Di tengah jalan hujan deres banget dan harus pakai mantol. Jalan licin dan air banjir lah, jalannya ngecembeng.






Sekitar pukul 3 sore nyampai di basecamp tempat kita start. Trus pesen makan lagi, kali ini makanan saya nggak habis karena perut saya masih kenyang. Pas baleknya, saya lagi-lagi merasa takut jatuh karena jalanannya ngeri. Kita mampir ke tempat mas Eqi KKN dan malah disuguh mie godhog karena hujan deres. Sekitar habis maghrib, baru deh jalan lagi menuju ke Jogja lagi. Kami lewat sebuah jembatan spiral yang dekat banget sama permukaan sungai. Ngeri banget apalagi di jembatan itu nggak ada lampu. Bisa dibayangin kalau tiba-tiba ada banjir lahar dingin kan nggak tahu dan tiba-tiba tergulung lahar dingin. Dan tiap liat jembatan jadi ngeri sendiri.





Pas di jalan mas ivan mampir beli tape ketan. Kamu balik ke kampus sampai jam 7-an. Setelah itupulang deh ke kosan. Tidur sampai keesokan harinya.

2 comments:

  1. whhh...asik, kok gak ada fotomu nis..

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku kan sing motret, jadi ya nggak ada fotoku mbak. hehehehe

      Delete