Long time not write a long post. And here is it, my Saturday vacation around Gunungkidul.
Tujuan saya kali ini adalah Air Terjun Sri Gethuk. Well, mungkin kalian yang baca postingan saya belum pernah mendengar tentang air terjun yang satu ini.

Air terjun Sri Gethuk terdapat di Desa Bleberan, kecamatan Playen, kabupaten Gunungkidul, D I Yogyakarta. Langkah pertama jika ingin pergi ke air terjun ini, kalian harus menuju ke kecamatan Playen lalu berjalan terus menuju ke arah Paliyan. Nanti kalian akan menjumpai pertigaan dengan sebuah petunjuk jalan berwarna hijau yang menunjukkan bahwa kalau ingin ke air Terjun Sri Gethuk, harus berbelok ke kanan. Seletah itu, kalian lurus saja mengikuti jalan itu sampai menemui petunjuk jalan lagi. Menurut saya, mudah saja menuju tempat yang dimaksudkan, karena sudah terdapat petunjuk jalan yang mengarahkan. Sayangnya, jalanan yang harus dilewati cukup sulit apalagi kalau sedang musim penghujan.

Kali itu, saya dan dua orang teman saya, Mega dan Mbak Anes, memulai perjalanan kami dari Wonosari. Kami yang sebelumnya belum pernah pergi ke sana, dengan mudah menuju kesana karena banyak petunjuk jalan.  Sayangnya kunjungan kali ini saat musim hujan sehingga jalanan sedikit licin dan becek. Setelah 15 menit perjalanan, kami sampai di TPR masuk. Pengunjung diwajibkan membeli tikit. Harga tiketnya @ 2000 untuk tiap orang, @1000 untuk tiket parker motor, dan @2000 untuk mobil.  Cukup murah jika dibandingkan dengan karcis masuk ke pantai. Ada dua pilihan, apabila ingin menuju ke Gua Rancang Kencana, maka belok ke kanan, jika ingin ke Air terjun Sri Gethuk, maka lurus. Karena kali itu kami ingin pergi ke air terjun sri gethuk, kami memilih lurus. Setelah membayar tiket masuk dan tiket parkir, kami segera menuju ke air terjun. Tapi ternyata, air terjun sri gethuk tidak berada di pinggir jalan. Sehingga kami parkir dan menuju ke air terjun sri gethuk dengan berjalan kaki.

Perjalan menuju ke air terjun sri gethuk harus melewati pematang sawah yang di kiri kanan kita terdapat sawah yang sedang di tanami padi.  Karena saat itu habis hujan, maka jalanan cukup licin dan berlumpur, jadi, sangat tidak disarankan memakan wedges atau sandal jepit. Sepanjang perjalanan melewati pematang sawah, terdapat aliran air yang menuruni barisan terasering yang hijau. 

( ini kedua teman seperjalanan saya. Dari kiri : mega dan mbak anes)
( persawahan yang hijau)

( pematang sawah )

Di persawahan yang masih terjaga tradisionalitasnya itu, terdapat pula gubug-gubug tempat penduduk setempat yang menjaga padi yang tinggam menunggu menguning saja dari serangan burung-burung. Mungkin sudah jarang ditemui juga, disana terdapat memedi sawah atau ‘orang-orangan sawah’ berupa baju yang dipakaikan pada kerangka kayu untuk mengelabui burung-burung yang akan menyerang padi. Ada juga bentuk lain memedi sawah yaitu kain putih yang diikatkan pada tali. Tali itu diikatkan pada bambu. Tali itu ukurannya sangat panjang dan menerus menjadi sebuah system yang berakhir di gubug. Di sana akan ada seorang penduduk yang menggerakkan tali yang terhubung dengan system itu. Sehingga memedi sawah itu bergerak dan menghalau burung-burung yang menyerang persawahan itu.

( orang-orangan sawah )
( memedi sawah )
Setelah melewati persawahan itu, saya melanjutkan perjalanan menuruni tangga menuju lokasi air terjun. Cukup jauh tuga saya turun sampai ke pinggir Kali Oya. Lantas saya masih harus berjalan lagi melewati jalan berbatu menuju lokasi yang sudah tak jauh lagi.



Karena memang weekend, jadinya banyak orang yang mengunjungi tempat itu, barang sekedar untuk berfoto-foto, pacaran, ataupun bermain air.


Wisata air terjun ini terdapat 3 air tejun yang cukup tinggi. Menurut  tim keamanan di daerah tersebut, masih ada lagi sebuah air terjun yang lebih besar lagi tetapi harus berjalan masuk lagi. Tapi berhubung sudah sangat sore, kali itu saya tidak ke sana.

( tiga air terjun )
( air terjun paling kanan )
( air terjun yang tengah bersama kedua teman saya. Dari kiri: Mega dan Mbak anes)
( air terjun yang paling kiri)
Air terjun ini bermuara di kali oya yang kemudian mengalir ke selatan menuju ke pantai. Di seberang kali oya, air terjun ini menghadap ke tebing tinggi. Berhubung musim penghujan, maka aliran air kali oya saat itu sedang deras. Sebenarnya, ada sebuah wahana bermain air menaiki ban menyusuri kali oya dengan biaya @ 10.000 per orang. Mbak anes sebenarnya ingin mencoba permainan itu, tetapi kami terlambat mengetahuinya sehingga tidak jadi. Nah, berikut ini foto-foto yang sempat saya ambil di sana.

( sungai Oya yang deras )
( tebing di seberang air terjun )
( bapak-bapak penjaga )
( bapak-bapak fotografer yang datang bersama rombongan )
( membelah tebing )
( penjaga wahana naik ban menyusuri sungai )
Setelah puas main di sana, dan karena sudah sore dan belum sholat ashar, kami pulang meninggalkan air terjun sri gethuk. Sebenarnya hari itu saya berniat hunting matahari terbenam. Tetapi posisi air terjun sri gethuk yang diapit oleh 2 tebing tinggi, tidak memungkinkan bagi saya untuk menunggu matahari terbenam di sana. Oleh karena itu, saya pulang dengan tak membawa foto matahari terbenam hari itu. Tetapi saya mendapatkan foto yang satu ini.

( penjaga yang sedang memberesi taling pengaman di sungai Oya )
Meski tidak mendapatkan foto matahari terbenam di air terjun sri gethuk, saya mendapatkan foto matahari terbenam yang cantik ketika saya mampir di rumah teman saya sekembalinya saya dari air Terjun Sri Gethuk.

( senja di atas atap # 1)
Dan perjalanan main hari itu berakhir dengan saya mendapatkan foto ini. Perjalanan yang cukup panjang tapi saya puas. Sampai jumpa di jalan-jalan saya selanjutnya. Bye!

No comments:

Post a Comment