|Karavan Quartos part 1|



Siapa yang tahu tentang Museum Karst?

Mungkin sebagian dari kalian tidak tahu mengenai museum yang satu ini. Saya pun kalau bukan karena diberitahu oleh mbak kos saya, saya juga tidak akan tahu.

Selayang pandang, sekelebat mendengar namanya saja, Museum Karst, pasti museum mengenai daerah karst. Tapi dimana letaknya? Sejak awal pikiran saya, pasti museum ini terletak di Gunungkidul yang notabene adalah wilayah Karst terbesar di Yogyakarta. Tapi ternyata tidak. Museum Karst Indonesia ini terletak di Wonogiri Jawa Tengah yang berbatasan sangat dekat dengan Gunungkidul. Jarak tempuhnya 1 jam perjalanan dari kota Wonosari. Arahnya, ke Rongkop lurus terus, dan nanti pasti akan ada palang yang menunjukkan aran menuju museum Karst ini.

Jangan harap jalan yang ditempuh mudah. Karena memang area pegunungan karst, jalanannya pun tak kalah ‘karst’-nya, naik turun bukit, belok kanan kiri, naik belok kiri turun belok kakan sudah biasa. Tapi dijamin jalan-nya aspal sampai ke depan pintu gerbang museum Karst yang sanagt besar dan mencolok berada di sebelah kanan jalan.

Well, liburan kemarin yang sudah jauh-jauh hari berlalu, saya memang berencana pergi ke Museum Karst bersama teman-teman sekelas SMA, Quartoz Ranger, begitulah namanya. Janjian pukul 8 pun juga tak bisa tepat waktu, alhasil, jam 9 rombongan dari wonosari mulai bergerak ke timur untuk menjemput separoh rombongan yang lain di Semanu. Ketika sudah lengkap, kami berjalan menuju rongkop melalui semanu. Jalanan belum terasa sulit, lurus-lurus saja. Tapi ketika hendak memasuki kawasan rongkop, jalanan mulai menanjak dan sulit, belok kanan belok kiri, naik belok, turun menukik sudah biasa. Perjalanan yang saya pikir akan panjang, ternyata tidak.

Mudah saja ternyata menemukan museum karst dengan gate yang sangat besar di tengah persawahan. Kami masuk gerbang itu dan mengikuti jalan yang mengantarkan kami ke pelataran museum. Sebenarnya ada beberapa target wisata, yaitu gua-gua yang ada di sekitar museum, dan juga pura yang ada di puncak bukit di sebelah barat museum. Hanya saja, karena kali itu panas sekali, kami memilih untuk langsung masuk ke museum, mencari rasa dingin.






Setepah parkir di tempat parkir, ingat, parkir gratis, bila parkir di tarik biaya, maka biaya itu sebenarnya bukan biaya resmi dari pihak museum, tetapi masyarakat setempat yang menarik keuntungan dari pengunjung. Kami masuk ke museum dan sama sekali tidak dikenakan biaya, hanya diharuskan mencatatkan diri di buku tamu. Kalau rombongan, bisa diwakilkan oleh seorang saja.

Oh iya, secara arsitekturalnya, bangunannya aneh, sekilas pandang saya jadi ingat monumen jogja kembai karena bentuknya yang mirip gunungan, lebih tepatnya, atap limasan. Atapnya yang tinggai besar berwarna merah dan dindingnya yang seperti piramid menggunakan material batu kapur. Sedang untuk landscapenya terdapat kolam kecil di depan bangunan dan pavingnya digunakan batu candi.

Ketika masuk, interior di dalam ruangan cukup unik. Saya sempat terpukau sejenak karena fasiliasnya tergolong baru dan sepertinya karena jarang dikunjungi orang, masih baik. Karena namanya Museum Karst Indonesia, di dalamnya terdapat ulasan mengenai awal terbentuknya wilayah karst secara umum, dari proses pengendapan binatang laut hingga kemudian terangkat dan menjadi daratan. Tak hanya daerah Gunungkidul saja yang diulas, tetapi juga ada semua daerah di Indonesia yang merupakan wilayah karst. Tak hanya itu, ada sebuah peta besar yang menggambarkan persebaran wilayah karst di dunia.


( peta persebaran karst dunia)




(rangka manusia purba)

(lukisan goa)

(put your hands up)
Selain banyak contoh bebatuan dan cara terjadinya batuan tersebut, juga terdapat berbagai contoh dan ulasan wilayah kars di Indonesia beserta sampel-sampel bebatuan dan berbagai hal yang ditemukan di daerah tersebut, seperti peninggalah budaya masyarakat setempat, hingga fosil-fosil yang ditemukan pada wilayah karst tersebut. Selain itu ada replika fosil yang ditemukan di derah Indonesia timur dan jejak peninggalan manusia purba di goa-goa. Ada pula replika stalagnit dan stalagmit dalam ukuran yang lumayan besar. Semua hal itu bisa diperoleh di lantai 1 di museum tesebut. Nah, dari lantai satu itu, kita bisa melihat maket wilayah pegunungan karst di gunungkidul dan replika wilayah karst di cina dan negara lain dalam ukuran yang sangat besar. Maket-maket raksasa itu ada di lantai ground floor.

Nah, ground floor dapat di capai dengan menuruni tangga dan di bawah tangga itu ada instalasi orang-orang yang pura-puranya lagi turun ke gua vertikal. Nah, di samping instalasi itu, ada diorama manusia purba dan kami sempat foto-foto dan main-main di sana. Ada patung manusia purba 1:1 juga yang dijadikan objek foto-foto. Kami meneruskan berkeliling-keliling di dalam museum dan akhirnya keluar karena sudah puas keliling-keliling. Nah, karena sudah siang, kami ke mushola di sebelah timur museum. Yang sholat ya sholat, yang nggak sholat duduk-duduk sambil ngobrol nggak jelas.



















(panti pijat)

(ulat bulu)
(sleeping beauty (?) )
(kaca mata)






Setelah selesai, kami melanjutkan perjalanan ke goa terdekat, saya lupa namanya. Hanya saja, kami harus berjalan menanjak lagi dan melewati hutan-hutan dan akhirnya sampai di goa itu. Anak-anak cowok langsung buru-buru pengen masuk dan mengeksplorasi gua. Di mulut goa, ada simbah-simbah yang aneh. Kayaknya simbah-simbah itu tinggal di goa itu. Masuk ke dalam goa, ada beberapa temen saya yang pada akhirnya nggak mau masuk karena gelap banget. Saya nekat masuk dan mengejar anak-anak cowok yang sudah masuk lebih dalam. Di dalam gua itu meski gelap, mata saya segera menyesuaikan keadaan itu. Dan ada hal yang begitu menakjubkan terjadi di gua itu. Guna itu serasa diorama planetarium. Saya tak bisa mengabadikan momen itu karena kamera saya tak bisa saya gunakan untuk memotretnya. Jadi, saya gambarkan saj. Di dalam kegelapan gua itu, ada kerlip-kerlip kecil yang berasal dari tanah di dalam goa itu. Kerlip-kerlip itu buka berasal dari lumut bercahaya atau kunang-kunang, tetapi berasal dari batu. Kalau di daerah saya dinamakan 'watu lintang' -batu bintang-. Saya merasa sayang juga karena tak dapat mengabadikan momen itu.










(watu lintang)


(akar)
Setelah itu, kami keluar dari goa itu dan simbah-simbah yang ada di depan goa itu meminta uang. Kami langsung kabur karena takut, tetapi lalu teman saya yang dermawan, gurit, memberikan uang kepada saya untuk diberikan ke simbah itu. Saya kembali ke mulut goa dan memberikan uang itu kepada simbah yang ada di sana. BUkannya mengucapkan terimakasih tetapi simbah itu malah marah--marah. Saya tak banyak pikir lagi dan langsung kembali ke tempat kami parkir sembarangan.



Perjalanan hari itu belum selesai.

2 comments: