| Karavan Quartoz part II |
(see also Karavan Quartoz part I)

Perjalanan siang itu tidak berakhir hanya dengan masuk gua, rombongan saya beriringan berjalan ke selatan menempuh bermil-mil jalan aspal untuk pergi ke pantai. Tujuan saya dan teman-teman saya adalah pantai Sadeng.

Sekilas tentang pantai Sadeng. Mungkin kalian pernah mendengar mengenai sungai bengawan solo. Sungai Benagwan Solo itu sudah ada sejak jaman purba kala. Dulunya, sungai ini mengalir dari utara ke selatan karena posisi pulau jawa yang dulu miring ke selatan. Saya kurang begitu tahu dimana hilir dari bengawan solo purba ini. Hanya saja, para ilmuwan menduga bahwa hulu dari sungai bengawan solo purba ini adalah di Desa Song banyu dan Pucung, Kecamatan Girisubo daerah Gunungkidul, Yogyakarta, lebih tepatnya sekarang dikenal sebagai Pantai Sadeng. nah, ketika lempeng benua autralia menabrak lempeng Indonesia, daratan di bagian utara pulau jawa mengalami kenaikan sehingga aliran sungai bengawan solo ini beralih ke utara. Bengawan solo yang mengalir ke utara inilah yang kita kenal sebagai bengawan solo.


Pantai Sadeng merupakan salah satu dari pelabuhan yang ada di Gunungkidul yang paling produktif menghasilkan ikan. Di pantai ini, akan banyak ditemui kapal-kapal nelayan tradisional yang hampir memenuhi bibir pantai ketika sedang tidak dalam masa mencari ikan. Di pantai ini, terdapat polisi laut yang menjaga teritori laut Indonesia. Dulu pernah sekali ada imigran gelap yang terdampar dan diamankan di pantai ini.

(lembah bengawan solo purba)
(bengawan solo purba)


Nah, siang yang terik itu tidak menghentikan saya dan teman-teman saya untuk pergi ke pantai. Because we love beach! Jalanan yang berbelok-belok menjadi salah satu kendala. Akan tetapi, sepanjang perjalanan ke pantai Sadeng, kalian akan dapat melihat bekas aliran sungai bengawan solo yang telah menjadi perbukitan batu kapur dan bekas dasar sungai kini menjadi area pertanian oleh penduduk setempat. Jalan yang dilalui ada di sepanjang arah aliran sungai dan menurun hingga hampir sejajar dengan dasar sungai. Ketika jalan terus ke selatan, saya dan teman-teman disambut dengan jejeran pohon kelapa yang menandakan kami telah sampai di daerah pantai Sadeng.


Kami parkir sejenak dan saya langsung beraksi. Saya baru pertama kali pergi ke Pantai sadeng yang memiliki susunan seperti dermaga bagi perahu-perahu nelayan. Saya langsung mengambil foto-foto di sana. Karena panas dan tak tahu mau ngapain, teman-teman saya akhirnya naik motor untuk pindah tempat ke bawah tebing yang terdapat pedagang makanan. Saya tidak ikut dan memilih berjalan menuju tempat teman-teman saya itu sambil memotret macam-macam. Kali itu saya di temani teman saya, Mega, berjalan kaki sambil memotret sekeliling.


(kapal bantuan pemerintah. Tapi lambung kapal terlalu rendah

 jadi nelayan tak mau menggunakannya)



(empat bendera)
(akrab satu sama lain)
(terdampar)
(lepas pantai)

(riak air laut)

(rindu (me)laut)
(bekas pom bensin kapal)
(partner saya berjalan kaki sambil memotret siang itu)
(perahu yang sudah tak terpakai, teronggok begitu saja di dermaga)

(I want to break free
(jala ikan)

(polisi laut)

(hitam putih)
(tertambat)






Hal yang tak dapat kita temukan di pantai lain di Gununkidul tetapi ada di Pantai sadeng ini adalah terdapat pemecah ombak. pemecah ombak ini berupa kubus beton yang diletakkan agak jauh dari bibir pantai. Kita dapat berjalan di sepanjang pemecah ombak ini sampai ke tengah-tengah teluk pantai sadeng. Di sana juga ada semacam tower pendeteksi tsunami. Saya kurang tahu apakah masih berfungsi atau tidak. Setelah puas foto-foto, saya kembali ke teman-teman saya untuk beli minuman.
(sepanjang pemesah ombak)
(bibir pantai yang isinya penuh kapal)
( di ujung sana ada kau )
(two tower)



(smooth and rocky)



(sepatu cinderela)
(memecah ombak)
(si hijau)


(menantang ombak)
 








(langit sadeng siang itu)

Kami puas sekali hari itu main di pantai dan pulang. Sebelumnya kami mampir dulu di salah satu rumah teman kami yang dekat dengan. Nah, ketika kami berjalan ke barat untuk pulang, kami menyempatkan buat ke sebuah tempat rahasia milik anak laki-laki di kelas kami. Katanya dari sana kita bisa melihat sunset. Saya penasaran dan mengiyakan saja karena saya juga hanya nebeng.





Kami berjalan ke sana dan ternyata tempat itu adalah sebuah tempat penampungan air entah desa mana yang dikelola oleh PDAM. Sesorean kami di sana untuk menunggu sunset dan ternyata kami tidak dapat karena sore itu sedikit mendung. Ketika hampir magrib, kami dikerjai entah siapa. jadi ketika kami duduk-duduk ngobrol ada orang iseng yang melempari batu ke arah sebuah bangunan beratap seng. Awalnya kami tak mengindahkannya karena kami pikir itu bukan apa-apa. Tapi lama kelamaan kejadian itu makin intensif dan akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Ketika kami hendak turun dari towe air itu, sekelebat saya melihat orang-orang iseng itu. Ada 3 anak-anak yang bersembunyi di balik bangunan itu. Teman saya yang iseng melempari mereka dengan batu sebelum kami turun. Pada akhirnya kami memutuskan untuk pulang karena sudah terlalu sore untuk meneruskan main hari itu.




(landscape from above)



(turun ke neraka) 
(menunggu maghrib)




Well, mungkin segini dulu, sampai jumpa lagi di cerita berikutnya.

No comments:

Post a Comment