Materi seminar Quo Vadis Arsitektur Nusantara - ARCHIPELAGO, sepekan arsitektur 2014 dalam tulisan berjudul 'Eksplorasi Arsitektur per-nusa-an di Nusantara' oleh Prof. Totok Roesmanto, Guru Besar Arsitektur Universitas Diponegoro yang diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

///

Arsitektur Nusantara tidak salah bila diartikan sebagai arsitektu yang berlaku (bacaL diterapkan) pada rancang-bangun bangunan yang ada di wilayah Nusantara. Nusantara tersebutkan pada Pararaton : "...Lamun huwus-kalah Nusantara isun amuktia palapa, lamun kalah ri Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik samana isun amukti palapa." [Brandes, 1920:36 dalam Nugroho, 2010:214]. Cakupan wilayah Nusantara tersebutkan dalam Negarakertagama [1365]. Dipastikan di Nusantara tidak hanya ada satu arsitektur. Bangunan serupa tongkonan Toraja tahap Banua Mellao Langi telah direliefkan pada Candi Borobudur [abad ke-8]. Belum ada kejelasan apakah arsitektur lokal tongkonan yang pernah ada di daerah Rantepao, dan daerah Toraja Barat. Berdasarkan pernyataan Gadjah Mada ber-sumpah palapa paling tidak di Nusantara terdapat 10 arsitektur lokal, dan menurut Mpu Prapanca di Nusantara terdapat 74 nusa [beserta arsitektur lokalnya].

Menurut pendapat Josef Prijotomo harus dipahami sebagai arsitektur lokal anak bangsa [di] Nusantara, yang memiliki kesamaan geo-klimatik dan tradisi tanpa-tulisan. Tradisi tanpa-tulisan dapat diartikan sebagai tradisi bertutur, tetapi juga sangat mungkin merupakan tradisi bertutur yang disertai tradisi menggambar [ pada material alam.

Mpu Prapanca dalan Negarakertagama menyebutkan tentang nusa [daerah] yang menajdi wilayah kerajaan Majapahit. Wilayah utaama Majapahit di Jawa Timur sendiri merupakannusa-nusa yang dapat dianalisis dari hasil penelitian geologis [Reinout Willem] Van Bemmelen [1949] terhadap kondisi struktur/lagpisan tanahnya. Wilayah Desyantara [yang emmiliki hubungan bertataran kachaya dengan Majapahit] seperti Syangka [Siam], Ayodhyapura [Ayutthia], Marutma [Mergui], Dhatmanagari [Ligor], Rajapura [Siam Selatan], Singhanagari [di cabang sungai Menam], juga Campa [Campa bagian dari Vietnam] memiliki kesamaan klimatologi tropis-lembab. Tetapi wilayah Dwipandata seperti Jambudwipa [India], Goda [India Timur], dan Karnataka [India Selatan] berklimatologi beda dengan nusa-nusa di Desyantara.

Arsitektur Nusantara berdasarkan pernyataan Mpu Prapanca berarti arsitektur yang berada di nusa-nusa [di sebelah barat dan timur pulau Jawa] yang tercakup dalam wilayah bekas kerajaan Majapahit [termasuk Jawa, Madura, dan Sunda], maka arsitektur yang ada di Semenanjung Malaya juga termasuk Arsitektur Nusantara.

Kesamaan tradisi tanpa-tulisan di bidang rancang bangun sejujurnya harus dikatakan tetap berlangsung hingga kini [pembelajaran proses merancang hingga kini berlangsung melalui transfer pengetahuan secara grafis dan tutur]. Membuat bangunan sebagai tempat menghuni yang menjasi penyelaras manusia dalam keluaranya ataupun dalam kebersamaan keluarga besar di komunalnya dengan lingkungan/alam sekitar tidak dimulai dari tradisi tulis tetapi dimulai dengan tradisi ketukangan. Ketersediaan bahan alami pada atau di sekitar lahan yang dipilih atau ditemukan dilakukan berdasarkan penugasan ataupun secara bersama menjadi bahan pembincangan utama dalam tradisi ketukangan. Dengan demikian, tradisi ketukangan yang berkembang secara uji-coba seharusnya lebih dahulu dikenal sebelum sistem pembangunan candi model India mengajarkan adanya pembagian tugas bagi sthapaka untuk menetapkan lahan, sthapati sebagai arsitek utama dibantu taksaka sebagai ahli pahat, vardhakin sebagai ahli seni hias dan dikoordinasikan dengan sutragrahin [Atmosudiro, 2008:52 dalam Roesmanto, 2013:128].\

. . .

Tradisi rancang bangun pada masa Majapahit, mengenal menggunakan replika-replika tanah liat berbentuk bangunan. Berarti berpikir secara trimatra dengan menggunakan model miniatur bangunan telah merakyat. Paling tidak, di wilayah Nusantara sejak 1365, apabila tradisi yang sama telah dikenalkan oleh orang-orang Majapahit, berarti di sebagian wilayah Nusantara juga telah dikenal penggunaan model miniatur bangunan rumah dari tanah liat atau menggambar rencana bangunan rumah pada permukaan tanah untuk mengajarkan tentang ketukangan.

Eksplorasi Arsitektur Nusantara harus di-representasikan tidak saj diartikan sebagai arsitektur yang dihasilkan dari eksplorasi terhadap wujud eksterior bangunan-bangunan yang pernah ditradisikan masyarakat di nusa-nusa bekas wilayah Majapahit tetapi juga dari eksplorasi terhadap interior [tata ruang] bangunannya.

[ ]

*


*) telah diketik ulang dari materi seminar.

No comments:

Post a Comment