Malam tahun baru, kos-kosan sepi. Beberapa teman sekos-an memang sedang libur minggu tenang, sebagian yang masih bertahan memang sudah memiliki acara sendiri-sendiri, dengan teman maupun dengan pacar. Kecuali aku. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh orang yang lagi LDR-an? Paling juga di kos-an, duduk di kursi, di depan laptop, mantengin Facebook dan Twitter, nunggu telepon dari pacar, sambil mendengarkan parade kembang api malam tahun baru.

"Naya, lagi ngapain? Kamu di kos-an aja?" tanya teman sekos-ku, Dira yang berdiri di depan pintu kamar. Aku selalu membiarkan pintu kamarku terbuka jikalau aku sedang ada di kos-an. Aku menoleh kepadanya dan tersenyum. Ia membalas senyumku dan masuk ke kamar lalu duduk di tempat tidurku.

"Yah, beginilah nasib orang yang sedang LDR-an." jawabku sambil tersenyum kecut lalu kembali ke layar laptopku. Barusan aku belum selesai membaca berita di laman resmi CNN.

"Lhoh, Anggi nggak balik ke Jogja? Bukannya anak ITB udah libur ya?"

"Iya, tapi tau tuh, katanya mau balik tanggal 3 besok. Eh, kamu nggak ada acara? Jam segini masih di kos-an aja." kataku membelokkan arah pembicaraan sambil menatap jam di pojok layar laptop, 08.36 pm. Dan satu hal lagi, aku tak begitu suka membicarakan hubunganku dan Anggi kepada orang lain meski kepada teman karibku sendiri. Apa ya? Rasanya risih dan malu. Ora ilok, dalam bahasa jawanya.

"Lagi nunggu jemputan." jawabnya sambil tersenyum malu.

"Ih, malu-malu." godaku lalu tertawa melihat reaksinya.

"Nay, tapi nanti bukain ya pintu depan? Kayaknya aku bakalan pulang habis tengah malam. Kamu nggak langsung tidur, kan?" pintanya.

Aku tertawa. "Ya enggak lah. Masa tidur cepet di malam tahun baru. Entar aku bukain deh. Kalau nggak, habis kamu pergi, kuncinya aku taruh di atas pintu. Jaga-jaga aku ketiduran di depan laptop."

"Makasih, Nay!"

Di luar, terdengar suara deru motor yang khas. Aku dan Dira menoleh ke arah jendela kamarku yang terbuka. Angin sepoi-sepoi menggerakkan gorden putih berenda. Tak lama HP Dira berbunyi.

"Kayaknya jemputan udah datang ya?" tanyaku sambil mesem. Ia tertawa renyah lalu pamit pergi sambil mengingatkanku agar tak lupa soal kunci.

Setelah Dira pergi, aku beranjak untuk menutup jendela karena udara semakin dingin. Lalu pergi ke pintu depan untuk mengunci pintu dan meletakan kunci di atas kusen pintu. Aku berbalik dan mendapati lorong sempit di antara kamar terlihat hening. Lampu TL model lama berkedip-kedip karena kabel di atas plafon yang mungkin digigiti tikus. Sepi sekali kos-kos-an ini. Aku menghela napas sambil berjalan menuju kamar.

Menjelang malam tahun baru, Facebook dan Twitter penuh dengan orang-orang yang live post dari tempat mereka menghabiskan malam tahun baru. Aku melirik jam di pojokan layar laptop, 11.05. Kira-kira masih ada waktu 55 menit sebelum tahun berganti. Tapi sekitar pukul 11.50 kembang api mulai dinyalakan dari berbagai sudut kota. Dan aku hanya terdiam sambil membaca twitt teman-teman sambil sesekali melirik HP yang tergeletak di atas meja, sedikit sebal karena orang sialan itu belum menghubungiku sejak bilang tadi sore mau berangkat ke Lembang untuk tahun baruan.

Sekitar 10 menit kemudian, nama orang sialan itu berkedip ke layar HPku sementara di luar sana orang tak henti-hentinya menyalakan kembang api. Seolah sedang maraton kembang api, atau malah sedang berlomba siapa yang bisa bertahan sampai akhir dan masih bisa menyalakan kembang api.

"Halo." sapaku kepada orang sialan itu.

"Selamat tahun baru!" teriak banyak orang dari seberang telepon sana sambil diiringi suara terompet dan gaduh. Aku tertawa.

"Hai, selamat tahun baru, ya!" ujarnya setelah sepertinya berlari menjauhi kerumunan. Aku tertawa sambil membayangkan ekspresi wajah dan tingkah laku konyolnya. Dan selama satu jam itu aku dan Anggi mengobrol banyak sekali sampai kira-kira jam 1 hujan rintik-rintik mulai turun.

Lalu ada seseorang yang mengetuk jendela kamarku dari luar membuatku kaget.

"Nay, bukain pintunya dong!" ujar Dira dari luar.

"Kuncinya di atas pintu kok, Ra." kataku.

"Nggak ada tahu! Bukain dong! Hujan nih!" rengek Dira.

"Oke, oke." kataku sambil bangkit dari duduk dan menuju pintu depan.

"Dira baru balik?" tanya Anggi dari seberang sana.

"Iya, sama pacarnya ke ..." kataku terpotong dan tertegun ketika sampai di depan pintu. Kunci pintu depan masih berada dalam slotnya. Aku mengernyit heran. Perasaan tadi sudah kutaruh di atas kusen pintu.

"Kenapa, Nay?" tanya Anggi.

"Enggak, kayaknya aku memang pelupa banget deh." gumamku padanya. Anggi tertawa renyah sekali. Aku kesal ditertawakan, tapi aku senang mendengar caranya tertawa.

Aku segera membuka pintu, diam sejenak. Dira di luar sana terdengar pendiam sekali. Tidak seperti dia. Ah, mungkin saja dia capek gara-gara pergi ke Bukit Bintang. Jogja-Bukit Bintang memang lumayan jauh.

"Ra, udah kubukaan nih, buruan masuk!" ujarku. Tapi Dira tak menyahut. Aku mengernyit lalu membuka sedikit gorden yang ada di samping pintu depan untuk mengintip ke luar. Tak ada siapa-siapa. Apa Dira masih menunggu di samping kamarku ya? Aku balik ke kamar sementara Anggi masih bercerita di seberang telepon.

"Dira, buruan masuk, pintunya udah ku bukain tuh!" kataku di ujung jendela. Tak ada sahutan lagi. Apa Dira jalan ke pintu depan pas aku jalan ke kamar ya? Kok jadi kaya kucing-kucingan gini sih?

"Kenapa Nay?" tanya Anggi lagi.

"Bentar deh."

Aku berjalan ke ambang pintu kamar. "Ra, pintu udah kubukain. Buruan masuk. Ntar dikunci lagi ya kalau udah masuk!"

Tak ada yang menyahut. Lalu hujan gerimins di luar sana mulai disertai angin. Daun-daun pohon mangga di samping kos-an rontok di atas genting menimbulkan suara gemerutuk. Tiba-tiba, gorden di samping pintu depan tersingkap menampakkan remang-remang jalan depan kos-an yang gelap dan senyap. Aku mengernyit bingung. Aku berjalan ke pintu depan dan membukakannya agar Dira segera masuk. Tapi di sana tak ada siapa-siapa.

"Nggi." kataku pelan.

"Ya? Apa Nay?"

"Yang tadi bukan Dira." kataku dengan perasaan was-was dan cemas.

"Hah, maksudmu?" Lalu tiba-tiba sambungan terputus. HPku mati. Low bat ternyata. Sambil buru-buru mengunci pintu lagi dan meletakannya di atas kusen, aku memasukkan HP ke kantong celana pendekku. Aku berbalik dan sekelebat melihat bayangan melintas di ujung lorong. Lampu TL di atas lorong berkedip-kedip lemah. Aku buru-buru masuk ke kamar lalu mengunci pintu.

Ketika berbalik, aku mendapati seorang perempuan berambut panjang dengan gaun putih duduk di kursi sambil membelakangiku yang membeku di depan pintu. Sekuat tenaga aku berteriak lalu tiba-tiba semua gelap. Lalu sekonyong-konyong badanku membentur bidang datar yang terasa dingin. Suara decit kursi terdengar tak berapa lama kemudian. Aku membuka mata dan menatap lampu di tengah ruangan, berkedip-kedip sambil mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.

Aku bangkit dari lantai tempatku jatuh barusan sambil celingukan mencari HP dan meraihnya. Pukul 03.04 am 01-01-2013. Hari sudah berganti, berarti yang barusan itu aku hanya bermimpi? Kupandangi HP yang baterainya masih penuh. Ada sms, satu pesan dari nomer tak dikenal dan 2 pesan Dira.


"Nay, kamu kenapa?" tanya Dira tiba-tiba dari balik pintu kamarku.

"Ah, enggak nih, ketiduran dan jatuh dari kursi." kataku lalu tertawa bodoh.

"Ya ampun, kamu ketiduran di meja lalu jatuh. Teledor banget sih kamu!"

Aku tertawa. "Kamu balik kapan, Ra? Barusan?" tanyaku.

"Em, 5 menit lalu sih. Pas mau masuk tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari kamarmu. Eh, makasih ya kuncinya di taruh di atas pintu."

"Sama-sama. Udah sana istirahat, kamu pasti capek, kan."

"Oke, Nay. Selamat Tahun Baru."

"Selamat Tahun Baru juga."

Tak lama kemudian terdengar suara pintu kamar yang tertutup. Dan aku pun beranjak ke tempat tidur. Tiga sms di HPku masih bisa menunggu sampai besok siang, ah, maksudku, siang nanti.

Paginya, sekitar pukul 7 aku berniat untuk membuang sampah ke tempat sampah di luar kos sebelum petugas pengambil sampah datang. Dira sedang sibuk memakai sepatu di depan kamarnya.

"Udah mau pergi aja pagi-pagi gini." sapaku di depan pintu kamarku.

"Mau pergi? Aku baru pulang kali." jawabnya sambil nyengir dengan alis yang mengernyit.

"Baru pulang? Bukannya semalam kamu jadinya pulang?" tanyaku setengah kaget dan heran.

"Aku kan sms lagi ke kamu aku nggak jadi balik, Nay. Udah ah, aku mau mandi nih." Katanya selesai mencopot sepatu dan meletakannya di rak lalu masuk ke kamarnya. Ia meninggalkanku yang tertegun di depan pintu kamar. Tiba-tiba ada semriwing angin yang masuk melewati lorong dan menyibakkan gorden jendela di samping pintu depan. Mobil pengangkut sampah berhenti di depan gerbang kos-kosan, petugasnya mengangkuti keranjang sampah yang dipenuhi sisa-sisa selongsong kembang api.


________________________

Ditulis dalam rangka ikut menyemarakkan Kompetisi #NulisKilat yang diadakan oleh Bentang Pustaka dan Plotpoint. Untuk ikut kompetisi ini, saya sampai bikin account twitter. Karena pada dasarnya saya nggak punya account twitter.

2 comments:

  1. hahaha ikut juga toh nis :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. ikutan kaya kamu mbak.
      dan iseng tahun baru nggak kemana-mana. udah lama pengen bikin cerita sok-sokan horor gitu, hehe

      Delete