Di jurusan Arsitektur UGM, ada sebuah sistem yang sangat ribet hingga saya sendiri malas menerangkan kepada orang yang bertanya apakah sudah skripsi atau belum. Menjawab sudah atau belum pun tidak sesingkat itu, karena harus menjabarkan sistem pendidikan di Arsitektur UGM dari awal hingga akhir. Karena panjang, jadi saya singkat saja. Dua tahap yang ribet itu bernama Pra-Tugas Akhir dan Tugas Akhir. Yang pasti, Tugas Akhir baru bisa diambil setelah menuntaskan Laporan KP hingga dikumpulkan ke Perpus dan sudah menyelesaikan semua mata kuliah teori. Kalau di kampus lain mungkin harus dibuktikan dengan surat bebas teori. Tugas Akhir ditempuh setelah menyelesaikan dan dinyatakan lulus di pra-Tugas Akhir. Tahap ribet Tugas Akhir dibagi menjadi 2 yaitu Transformasi Desain dan Pengembangan Desain, full-time studio dari senin sampai sabtu (ingat, senin sampai sabtu) dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore (waktu menyesuaikan). Sistem ribet ini, mulai dari Pra-TA, TD, PD, ini kira-kira berlangsung 10 bulan. Yah, belum terhitung dengan molor gara-gara nggak cocok dengan dosen, yang belum sreg sama konsep, atau yang belum selesai meski di kasih perpanjangan waktu, revisi-revisi-revisi yang tiada ujung, dll. Biasanya, tahap Pra-TA ini dianggap nyusun Skripsi-nya anak Arsitektur UGM karena memang menulis menulis dan menulis. Setelah menulis-menulis-menulis ini selesai, 'Sudah mau wisuda dong?', Tidak! Kami jauh dari itu, masih ada tahap lain yang menanti.

One does not simply to pass undergraduate program in Architecture Department, UGM.

*

skrip·si n karangan ilmiah yg wajib ditulis oleh mahasiswa sbg bagian dr persyaratan akhir pendidikan akademisnya
fik·si n 1 Sas cerita rekaan (roman, novel, dsb); 2 rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan: nama Menak Moncer adalah nama tokoh -- , bukan tokoh sejarah; 3 pernyataan yg hanya berdasarkan khayalan atau pikiran
(sumber : KBBI Online)

*

Kalau di jurusan lain, skripsi itu sangat terbantu ketika seorang mahasiswa dekat dengan dosen dan ditawari untuk membantu penelitian sang dosen. Karena, biasanya, meski tidak berbayar dengan uang, sang dosen memberikan data-data penelitiannya itu untuk dijadikan skripsi bagi si mahasiswa, yang tentunya dengan rumusan masalah yang berbeda. Kalau di Arsitektur UGM, tidak. Semua itu tidak berlaku.

Langkah awal adalah menentukan bangunan apa yang mau dibuat. Biasanya, biar bergengsi sedikit bikin bangunan yang belum pernah dibikin tugas akhir, atau yang kayaknya keren banget gitu. Contohnya teman saya ada yang mau bikin penjara vertikal, tapi nggak tahu kenapa di akhir-akhir diubah deh menjadi penjara horizontal. Jadi, judul itu krusial. Karena dari judul semua ditentukan. Mulai dari dosen yang milih kita, atau yang diacak sesuai kapasitasnya kira-kira bisa membimbing atau tidak, hingga kelangsungan hidup Tugas Akhir selama (kalau memang cepat dan lancar) ya 10 bulan itu. Yang penting adalah senang terhadap jenis bangunan itu. Ini sangat berpengaruh dalam proses pengerjaan ke depannya. Perihal dosen, dapat yang enak dan memudahkan, itu hanya sebuah bonus saja. Ah, tapi saya tidak akan membahas ini, tapi mengenai seberapa ilmiahkah atau seberapa fiksikah pra-tugas akhir anak arsitektur UGM itu.

*

Mengapa dinamakan skripsi, karena memang dalam penyusunannya dilakukanlah sebuah proses semacam penelitian yang menjadikan hasilnya itu dapat disimpulkan melalui metode-metode ilmiah. Ilmiah di sini bukan seperti percobaan-percobaan kimia fisika biologi, tetapi, melalui metode-metode penelitian yang sesuai dengan keilmuannya. Misalnya yang jurusan fisika ya dengan metode penelitian fisika, yang jurusan pendidikan ya dengan metode penelitian pendidikan, tergantung kepada subjek yang diteliti.

Nah, kalau pra-TA arsitektur?

Saya kira tidak dapat dimasukkan dalam kategori skripsi karena pra-TA itu bukan hasil dari sebuah penelitian. Pra-TA itu tahap dimana mahasiswa arsitektur menuliskan latar belakang pemilihan judul, kasus, dan tipologi bangunan yang ingin diangkat dan dijadikan Tugas Akhir, yang disertai dengan teori-teori terkait tipologi dan pendekatan bangunan yang hendak di rancang di tahap selanjutnya, dan yang paling penting dan jadi gong, adalah konsep dari bangunan yang mau dirancang. Disusun tanpa melakukan sebuah penelitian yang menggunakan metode-metode ilmiah seperti yang kebanyakan jurusan lainnya lakukan. (Lagipula, selama ini tak ada mata kuliah yang menjurus pada metode penelitian)

Kalau dilihat lagi dengan rujukan arti kata fiksi dari KBBI, maka kalau menurut saya, pra-TA itu mungkin 80%-nya itu adalah fiksi. Dan saya mengalaminya sendiri sampai kemarin pertengahan Januari. Karena memang pra-TA itu adalah sebuah landasan konseptual untuk perancangan Tugas Akhir. Dan itu berarti memang konseptual yang dalam artian memang berasal dari pemikiran si penulis sendiri plus diserta gambar-gambar ilustrasi. Beberapa orang yang saya temui dan saya bilang saya baca lho, pra-TAmu, dia bilang bahwa itu adalah tulisan paling abal. Karena percayalah, beberapa orang mengerjakan itu dalam waktu singkat, beberapa hari, seminggu dua minggu saja.

Dan, meski menguras pikiran hingga waktu itu saya tak napsu makan (ini lebay tapi benar terjadi pada saya, karena takut tak selesai tepat waktu, hehe :p ), menulisnya benar-benar seperti menulis sebuah cerita! Seriously! Coba kamu tanya orang-orang yang sudah melampaui pra-TA. Entah mengapa saya jadi ingat episode Spongebob yang mendapat PR untuk menuliskan 'Apa yang Tidak Boleh Kau Lakukan di Lampu Merah'. Dan, memang pada akhirnya, saya rasa, bab terakhir yang berisi konsep itu memang dapat kau isi apapun. Apapun! Bahkah khayalan terliarmu sekalipun. Ingat lhoh, ini hanya landasan pemikiran. Dan toh, meski memepertimbangkan keterbangunan suatu bangunan yang kau desain, bukankan sekarang teknologi itu sudah berkembang sekali. Dan bangunanmu yang kau rencanakan itu adalah sebuah fiksi, sebuah hayalan konseptual yang berdasarkan pada deep thinking selama, yah, kurang lebih 2-3 bulan belakangan. (Tapi ada sih, yang membutuhkan saktu lebih dari itu).

Ngomong-ngomong soal Fiksi, saya rasa, pra-TA saya benar-benar 99% fiksi. (Karena, memang sepertinya Museum Hutan itu belum pernah ada yang bikin dan selama ini ada di imajinasi saya saja.) Bagi saya, porsi Bab 1 Latar Belakang, Bab 2 Teori, dan Bab 3 Analisa Site itu sedikit sekali, semacam hanya Prolog untuk menghantarkan pembaca ke dalam sebuah narasi cerita. Yang paling penting adalah Bab Pendekatan dan Bab Konsep. Isinya (yang kemarin saya tulis) itu lebih mirip seperti essay (yang Bab Konsep malah seperti sedang bikin cerita bergambar, hehehe..). Saya belum akan cerita di sini, tapi nanti kalau sudah dijilid dan di kumpulkan ke perpus Arsitektur UGM, bisa di baca ditempat dan dinikmati dengan senyum-senyum.

Kenapa saya katakan Fiksi juga dalam kaitan bagaimana kita menulis sebuah tulisan yang dapat membuat pembaca mengikuti si alur cerita. Eit, jangan salah lho, menulis karya tulis itu mirip menulis fiksi. Kalau saya bilang, ini penting sekali. Karena saya pribadi sudah malas kalau harus membaca karya tulis ilmiah. Nah, bagaimana caranya membuat orang tak bosan membaca laporan yang tebalnya biasanya 60 lembar lebih itu? Ya, satu-satunya jalan adalah membuat alur cerita yang menarik dari laporan itu. Kalau bisa menghanyutkan pembaca sampai pada klimaks cerita di bab 5, Konsep. Beberapa referensi saya mengenai gaya tulisan pra-TA malah menyediakan konflik yang bertentangan di setiap Bab. (Waktu itu saya melihat pra-TA dari anak Arsitektur UGM 2006, Stephanus Ivan Theodorus Suhendra). Keren gitu jatuhnya. Semacam timbul pertanyaan, sebenarnya, mau dibawa kemanakah tulisan ini. (Padalah orangnya sendiri bilang pra-TA-nya abal dan gagal)

Ah, tapi, meski menurut saya pra-TA itu fiksi, masih tak bisa masuk dalam jajaran karya sastra. Yah, kembali lagi ke isinya yang biasanya abal banget. Nanti kalau kamu menulis pra-TA, juga akan tahu sendiri seberapa fiksi isinya. Jadi ingat Spongebob yang pada akhirnya menulis ngasal banget di PR 'Apa yang Tidak Boleh Kau Lakukan di Lampu Merah'. Kalau dipikir-pikir, yang ditulis Spongebob itu ada benarnya juga karena memang tak boleh dilakukan. Aduh, ngelantur. Eh, tapi kalau dipikir-pikir, tulisan ini juga bisa dimasukkan dalam kategori fiksi.


[ ]


No comments:

Post a Comment