Selama ini saya diajari mengenai bagaimana mengolah bentuk
yang liat lewat analisa-analisa konsep dan pengembangan site. Dari konsep yang
ditransformasi muncullah bentuk. Karena bagaimana pun juga konsep harus total
terwujud dalam bangunan. Tetapi kekurangan pemahaman akan struktur menjadi
penghambat yang nyata bagi terwujudnya bentuk yang diinginkan. Padahal pada
dasarnya teknologi struktur sudah jauh berkembang. Jadi segala jenis bentuk,
saya rasa dapat diwujudkan bilamana pemahaman akan struktur matang.
Sullivan mengatakan, bentuk mengikuti fungsi. Form follows function. Saya setuju. Tapi
perlu digaris bawahi bahwa hal ini tidak menjadikan suatu bentuk jadi statis
seperti yang banyak dipraktikkan oleh arsitek modernism. Bentuk mengikuti
fungsi, fungsi mengikuti bentuk? Menurut saya, keduanya adalah premis yang
salin berkaitan dan secara otomatis harus dipikirkan bersamaan.
Fungsi bagunan sangat berkaitan dengan sekuen, rentetan
aktivitas yang ada di dalamnya. karena bagaimana pun juga arsitektur mewadahi
aktivitas. Arsitektur itu pula menciptakah, ah, kurang tepat, memicu aktivitas.
Bisa pula aktivitas yang membentuk arsitektur.
Selama di kantor SAGI Architects, saya mendapatkan pelajaran
mengenai sekuen ruang, menciptakan bentuk. Itulah mengapa kita di studio desain
arsitektur sering diminta membuat activity
flow. Tapi semua orang memiliki cara pandang yang berbeda mengenai
kaitannya bentuk, sekuen, fungsi, dan struktur. Kombinasi ketiganya misal
saling bersinergi satu sama lain akan menciptakan kemurnian desain. Desain yang
jujur dan lugu akan keindahan, banal jika dalam kosa kata yang lebih
asyik.
Sekuen ruang menuntun sseorang merasakan arsitektu dalam
skala manusia. Sedang bentuk kadang hanya berbicara tentang kemegahan dan kehebatan
suatu desain dalam sudut pandang raksasa. Padahal, arsitektur itu sendiri tak
bisa dijauhkan dari manusia. Karena ruang adalah hak setiap manusia.
[ ]
Tags: Arsitektur
, Essay
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment